1. Contoh Kasus
Susi adalah seorang anak perempuan berusia 12 tahunyang agak
pendiam di sekolahnya. Ketika pulang ke rumah dari sekolahnya, ingin segera
tiba dan mengatakan kepada ibunya mengenai kesuksesan yang hebat yang ia
lakukan di sekolah. Seperti mendapat nilai tinggi ketika ujian matematika
maupun kemenangannya ketika ia bermain lompat tali bersama temannya. Akan
tetapi ibu Susi ini, bukannya mendengarkan anaknya dan memberikan perhatian
dengan bangga, ia malah membelokkan obrolan dari anaknya pada dirinya sendiri.
Si ibu justru mengabaikan cerita-cerita puterinya dan mulai membicarakan
tentang kesuksesan dirinya sendiri mengenai pekerjaannya di kantor dan di
tempat perkumpulannya. Dan secara tidak sadar ibu mengalihkan pembicaraan gadis
kecilnya itu.Karena kejadian seperti itu terus berlangsung, Susi merasa harus
menceritakan berbagai kehebatannya kepada orang lain. Dan ia lakukan kepada
teman-temannya di sekolah, Susi selalu menceritakan berbagai kegiatan maupun
hal-hal yang selama ini telah ia raih. Ia selalu menceritakan hal-hal mengenai
keberhasilannya dalam kegiatan akademik maupun dalam pertemanan. Susi juga
senang memamerkan barang-barang yang ia miliki, tetapi ia menjadi iri hati
ketika melihat temannya yang lain memiliki barang lain yang lebih bagus darinya.
Susi merasa sangat senang apabila teman-temannya mengagumi dirinya ketika Susi
menceritakan berbagai cita-cita dan khayalan tentang dirinya, “Aku akan menjadi
orang hebat jika telah besar nanti, seperti presiden dan aku akan pergi kemana
pun yang aku sukai, kalian akan jauh berbeda dariku karena aku yang akan lebih
besar dan hebat dari kalian..” ungkap Susi. Tak jarang ia menyuruh temannya
untuk melakukan hal-hal yang ia inginkan, tak peduli apa yang sedang temannya
kerjakan ia harus mengerjakan apa yang di inginkan, apabila tidak dipenuhi Susi
akan marah dan sering mencaci maki temannya itu. Terakhir ia meminta temannya
Ana untuk membelikannya minuman ketika sedang ujian Bahasa Inggris..
Analisis
Contoh kasus Susi menggambarkan perilaku grandiositi dan egosentris dari seorang narsis sebagai sebuah pertahanan melawan kegusaran atau kemarahan yang mereka rasakan kepada orang tua mereka, yang mereka rasakan dingin dan acuh tak acuh. Kepribadian narsistik yang dialami Susi berkembang sebagai sebuah cara untuk meniru dengan merasakan kekurangan di dalam diri yang menyakiti hati, karena orang tua (Ibunya) tidak memberikan dukungan dan empati.Susi terabaikan dalam cara ini mempunyai masalah dalam menerima kekurangan dirinya sendiri. Dia mungkin berkembang ke dalam kepribadian narsistik, syarafnya bekerja keras untuk menyokong perasaan terhadap dirinya melalui pengakuan dari orang lain yang tidak ada hentinya.Narsistik mempunyai pandangan yang megah terhadap kemampuan-kemampuan dan keunikan-keunikan dari diri mereka sendiri. Dalam hal ini Susi terasyikkan dengan khayalan-khayalan mereka tentang kesuksesan yang besar dan kecanduan terhadap kekaguman dan perhatian orang lain. Untuk mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang berpusat pada pribadi diri sendiri hampir menjadi keterangan yang mengecilkan persoalan. Hubungan antar personal Susi pun terganggu oleh kurangnya empati; oleh perasaan iri ketika temannya memiliki sesuatu hal lebih dibanding dirinya; mengambil keuntungan dari temannya dengan menyuruh-nyuruh seenak hati Susi; dan mengharapkan teman-temannya untuk melakukan sesuatu perlakuan khusus. Mencari perhatian dan puji-pujian yang berlebihan secara konstan, kepribadian-kepribadian narsistik adalah di bawah sangat amat sensitif terhadap kritikan dan ketakutan yang teramat dalam akan kegagalan.Akibatnya hubungan personal Susi sedikit dan dangkal, ketika orang-orang tidak bisa diacuhkan jatuh akan harapan-harapan yang tidak realistis, sehingga Susi sering menjadi marah.Dalam hal ini untuk selanjutnya orangtua harus bereaksi terhadap Susi dengan hormat, kehangatan, dan empati jika Susi memperoleh rasa bahwa diri mereka berharga yang masih dikatakan normal. Agar Susi dapat mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain dalam hal ini sebaiknya Susi mendapat perhatian berlebih dari orangtuanya. Susidibimbing untuk kemudian menerima bantuan dan mempelajari bagaimana berhadapan dengan kekurangannya dengan lebih menyesuaikan diri lagi..
Buku Sumber:
- Essentials Abnormal Psychology by V. Mark Durand and David H. Barlow
- Abnormal Psychology Core Concept by James and Butcher, Susan Mineka, Jill M. Hooley; Pearson Education USA 2008
- Abnormal Psychology by Gerald C. Davison, John M. Neale, An M. Kring; 9th Edition
Contoh kasus Susi menggambarkan perilaku grandiositi dan egosentris dari seorang narsis sebagai sebuah pertahanan melawan kegusaran atau kemarahan yang mereka rasakan kepada orang tua mereka, yang mereka rasakan dingin dan acuh tak acuh. Kepribadian narsistik yang dialami Susi berkembang sebagai sebuah cara untuk meniru dengan merasakan kekurangan di dalam diri yang menyakiti hati, karena orang tua (Ibunya) tidak memberikan dukungan dan empati.Susi terabaikan dalam cara ini mempunyai masalah dalam menerima kekurangan dirinya sendiri. Dia mungkin berkembang ke dalam kepribadian narsistik, syarafnya bekerja keras untuk menyokong perasaan terhadap dirinya melalui pengakuan dari orang lain yang tidak ada hentinya.Narsistik mempunyai pandangan yang megah terhadap kemampuan-kemampuan dan keunikan-keunikan dari diri mereka sendiri. Dalam hal ini Susi terasyikkan dengan khayalan-khayalan mereka tentang kesuksesan yang besar dan kecanduan terhadap kekaguman dan perhatian orang lain. Untuk mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang berpusat pada pribadi diri sendiri hampir menjadi keterangan yang mengecilkan persoalan. Hubungan antar personal Susi pun terganggu oleh kurangnya empati; oleh perasaan iri ketika temannya memiliki sesuatu hal lebih dibanding dirinya; mengambil keuntungan dari temannya dengan menyuruh-nyuruh seenak hati Susi; dan mengharapkan teman-temannya untuk melakukan sesuatu perlakuan khusus. Mencari perhatian dan puji-pujian yang berlebihan secara konstan, kepribadian-kepribadian narsistik adalah di bawah sangat amat sensitif terhadap kritikan dan ketakutan yang teramat dalam akan kegagalan.Akibatnya hubungan personal Susi sedikit dan dangkal, ketika orang-orang tidak bisa diacuhkan jatuh akan harapan-harapan yang tidak realistis, sehingga Susi sering menjadi marah.Dalam hal ini untuk selanjutnya orangtua harus bereaksi terhadap Susi dengan hormat, kehangatan, dan empati jika Susi memperoleh rasa bahwa diri mereka berharga yang masih dikatakan normal. Agar Susi dapat mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain dalam hal ini sebaiknya Susi mendapat perhatian berlebih dari orangtuanya. Susidibimbing untuk kemudian menerima bantuan dan mempelajari bagaimana berhadapan dengan kekurangannya dengan lebih menyesuaikan diri lagi..
Buku Sumber:
- Essentials Abnormal Psychology by V. Mark Durand and David H. Barlow
- Abnormal Psychology Core Concept by James and Butcher, Susan Mineka, Jill M. Hooley; Pearson Education USA 2008
- Abnormal Psychology by Gerald C. Davison, John M. Neale, An M. Kring; 9th Edition






0 komentar:
Posting Komentar